Rupiah vs Dolar AS Hari Ini, Kamis 10 April 2025

Follback_berita
Bagikan:

JAKARTA, investor.id – Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat pada Kamis sore (10/4/2025). Hal itu karena kekhawatiran resesi di AS mereda.

Mata uang rupiah ditutup menguat 49,5 poin (0,29%) berada di level Rp 16.823 per dolar AS. Sedangkan indeks dolar terlihat turun 0,56 poin menjadi 102,3. Nilai tukar rupiah sempat ditutup ditutup melemah di level Rp 16.872.

Baca juga: BNI Perketat Kredit Valas di Tengah Pelemahan Rupiah

Analis mata uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, pasar mengurangi beberapa ekspektasi untuk resesi AS. Namun, prospek ekonomi jangka pendek tetap tidak pasti, dengan risalah rapat The Fed pada Maret menunjukkan para pembuat kebijakan gelisah atas inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih lambat.

Menurut Ibrahim, kekhawatiran akan resesi mereda setelah Trump mengumumkan perpanjangan 90 hari untuk memberlakukan putaran tarif timbal balik terbarunya, pasar masih tetap waspada terhadap agenda kebijakannya, terutama mengingat perubahan sikapnya baru-baru ini terkait tarif.

Baca Juga :  AIA Rilis Produk Baru, Premi Disesuaikan Gaya Hidup Sehat

“Perang dagang yang meningkat dengan China juga menghadirkan hambatan ekonomi yang berkelanjutan bagi AS, mengingat negara tersebut masih menjadi mitra dagang utama,” ungkap Ibrahim, Kamis (10/4/2025).

Ibrahim menjelaskan, perang dagang AS-China memanas, setelah Trump menaikkan tarif AS terhadap negara tersebut hingga 125% yang belum pernah terjadi sebelumnya. Beijing telah membalas tarif Trump pada hari Rabu dengan mengenakan tarif balasan sebesar 84% pada barang-barang AS.

Baca juga: Rupiah Kembali Menguat Seiring Penundaan Tarif Trump

“Baik Washington maupun Beijing tidak menunjukkan niat untuk meredakan ketegangan, dengan pejabat China bersumpah untuk ‘berjuang sampai akhir’,” papar Ibrahim.

Sedangkan dampak tarif AS yang tinggi, membuat ekspor China lebih murah. Namun, ekonomi China menghadapi peningkatan hambatan dari tarif AS. Data yang dirilis sebelumnya pada hari Kamis menunjukkan inflasi konsumen dan produsen China menyusut lebih dari yang diharapkan pada bulan Maret, yang mencerminkan beberapa dampak dari agresi perdagangan China-AS.

Baca Juga :  OJK: Pentingnya Sinergi dan Kolaborasi untuk Ekonomi Syariah

Sentimen Internal

[#pagebreak#]

Ibrahim menambahkan, geopolitik di Timur Tengah dan Eropa yang semakin memanas dibarengi dengan genderang perang dagang, dapat meningkatkan ketidakpastian ekonomi global yang mempengaruhi ekonomi Indonesia, terutama pada fluktuasi nilai tukar rupiah. Walaupun Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) terus melakukan intervensi di pasar guna untuk menstabilkan mata uangnya.

“Namun, Pemerintah dan BI punya keterbatasan dalam mengatasi ketidakpastian ekonomi,” jelas Ibrahim.

Bahkan, Ibrahim menyebut pemerintah mengakui, perang dagang berpotensi meningkatkan harga barang impor. Meski tidak banyak komponen produk yang dibuat di AS dan diekspor ke negara lain sebagai bahan baku lanjutan harganya bisa naik. Kenaikan harga barang impor, berpotensi menekan inflasi.

Selain itu, Ibrahim mengatakan, juga berdampak pada penurunan perdagangan internasional karena tarif tinggi yang membuat barang impor lebih mahal. Negara-negara di kawasan seperti ASEAN yang bergantung pada ekspor ke negara-negara besar dapat mengalami penurunan keuntungan dalam berdagang.

Baca Juga :  Inilah Tips Ajarkan Anak Kelola Angpau Lebaran

Baca juga: Rupiah vs Dolar AS Hari Ini, Dipicu Keputusan Trump Tunda Tarif

Sehingga bisa berpotensi berpengaruh pada kawasan ASEAN. Perusahaan yang terdampak perang dagang akan menyesuaikan rantai pasokan mereka, salah satunya mengalihkan produksi dari China ke negara lain guna menghindar dari tarif tinggi.

“Kemudian pemindahan produksi akan menciptakan peluang baru bagi negara ASEAN, namun juga menimbulkan tantangan baru seperti kesiapan infrastruktur dan kebijakan perdagangan,” ucap Ibrahim.

Kemudian, perang dagang sering memperburuk hubungan diplomatik antar negara besar, stabilitas politik dan kerja sama ekonomi kawasan jadi imbasnya. Negara-negara di kawasan harus menghadapi tantangan dalam menjaga hubungan baik dengan semua pihak yang terlibat. Apalagi penyelesaian konflik perang dagang perlu negosiasi diplomatik yang kompleks dan menghabiskan banyak waktu.

“Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif. Namun, rupiah akan ditutup menguat direntang Rp 16.750 – 16.830,” tutup Ibrahim.