100 Hari Trump: Lebih Radikal, Bikin Banyak Pihak Khawatir

100 Hari Trump: Lebih Radikal, Bikin Banyak Pihak Khawatir
Bagikan:

WASHINGTON, investor.id – Donald Trump akan memasuki 100 hari pertama sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Tapi hanya dalam kurun waktu tersebut, ia dinilai lebih radikal dibandingkan kepemimpinan periode pertama, mengingat sejumlah kebijakan terbarunya yang bisa merubah tatanan dunia dari sisa-sisa Perang Dunia II.

Trump menggegerkan dunia dengan tarif tinggi ke banyak negara, yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ia juga memangkas bantuan luar negeri AS, meremehkan sekutu NATO dan lebih dekat dengan Rusia. Trump juga bicara tentang mencaplok Greenland, niat merebut Terusan Panama, dan menginginkan Kanada menjadi negara bagian ke-51.

“Saya terkejut,” ungkap Elliott Abrams, seorang konservatif yang pernah menjabat di bawah Presiden Ronald Reagan dan George W. Bush, sebelum diangkat menjadi utusan khusus AS untuk Iran dan Venezuela pada masa jabatan pertama Trump.

“Trump sekarang jauh lebih radikal daripada delapan tahun lalu,” kata Elliott, seperti dilansir dari Reuters, pada Minggu (27/4/2025).

Baca Juga :  China, Jepang, dan Korsel Akan Bersama Tanggapi Tarif Trump

Trump dengan agenda ‘America First’ pada periode kedua dinilai telah mengasingkan sekutunya dan membuat para lawannya semakin berani terhadap AS. Ini menimbulkan pertanyaan tentang seberapa jauh ia akan melangkah.

“Apa yang kita lihat adalah gangguan besar dalam urusan dunia… Tidak seorang pun yakin pada saat ini apa yang akan terjadi atau apa yang akan terjadi selanjutnya,” ujar Dennis Ross, mantan negosiator Timur Tengah untuk pemerintahan Demokrat dan Republik.

Sebagian kerusakan yang ditimbulkan Trump bisa berlangsung lama. Meski risiko bisa ditekan jika Trump melunakkan pendekatannya, banyak pihak percaya perubahan dramatis kemungkinannya sangat kecil.

100 Hari Trump: Lebih Radikal, Bikin Banyak Pihak Khawatir
Ilustrasi: Investor Daily

Menurut para ahli, yang dipertaruhkan adalah masa depan sistem global yang telah terbentuk selama delapan dekade terakhir. Sistem yang sebagian besar di bawah kendali AS, seperti sistem perdagangan bebas, supremasi hukum, dan penghormatan pada integritas teritorial.

Baca Juga :  Trump Kembali, JP Morgan: Bitcoin & Emas Akan Terus Menguat

Tapi Trump 2.0 mencemooh organisasi multilateral dan sering kali memandang urusan global melalui sudut pandang transaksional—seorang mantan pengembang real estate. Tatanan dunia sedang terguncang.

Musuh AS Makin Untung

Dasar Trump yang menuduh mitra dagang ‘merampok’ AS selama puluhan tahun telah direspons buruk oleh pasar keuangan, melemahkan dolar, memicu ketidakpastian, hingga risiko resesi. Trump menyebut tarif sebagai ‘obat’ yang diperlukan tetapi tujuannya masih belum jelas, bahkan saat pemerintahannya berupaya merundingkan kesepakatan terpisah dengan puluhan negara.

Sementara negara-negara lain mulai melakukan kalibrasi ulang tentang kerja sama perdagangan. Kanada berupaya memperkuat hubungan ekonomi dan keamanan dengan Eropa. Jerman dan Prancis berencana untuk meningkatkan anggaran militer dan investasi pada industri pertahanan mereka, yang mengindikasikan untuk mengurangi pembelian senjata dari AS.

Korea Selatan, meski terguncang oleh kebijakan Trump, berjanji untuk mencoba bekerja sama dengan AS. Sementara Jepang gelisah karena tarif yang disematkan oleh AS.

Baca Juga :  Prospek The Fed Jadi Fokus Pekan Depan di Tengah Reli Wall Street

Beberapa pengamat melihat kemungkinan Jepang diam-diam mendekat ke China untuk menjalin hubungan perdagangan yang lebih erat. China sendiri telah menampilkan dirinya sebagai solusi bagi negara-negara yang merasa diganggu oleh pendekatan perdagangan Trump.

Aaron David Miller, mantan diplomat veteran AS di pemerintahan Republik dan Demokrat mengatakan, belum terlambat bagi Trump untuk mengubah arah kebijakan luar negeri, terutama jika ia mulai merasakan tekanan dari sesama anggota Republik yang merasa tidak nyaman atas risiko ekonomi.

“Apa yang terjadi belum melewati titik yang tidak bisa dikembalikan… Namun, seberapa besar kerusakan yang terjadi sekarang pada hubungan kita dengan teman-teman dan seberapa besar musuh akan diuntungkan mungkin tidak terhitung,” kata Miller, yang sekarang menjadi peneliti senior di Carnegie Endowment for International Peace di Washington.