JAKARTA, investor.id – Meski dibayangi pelemahan harga batu bara dan penyesuaian tarif royalti minerba, emiten sektor tambang tetap optimistis kinerja akan tumbuh pada 2025. Para pelaku industri memilih fokus memperkuat efisiensi operasional untuk menjaga profitabilitas di tengah tekanan biaya.
Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2025 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, pemerintah menyesuaikan tarif royalti bagi sejumlah komoditas mineral seperti nikel, tembaga, sampai emas.
Tarif royalti terbaru untuk produk pemurnian nikel seperti nickel pig iron (NPI), pemerintah memberlakukan tarif royalti berkisar antara 5-7%, kemudian feronikel berkisar 4-6% dan nickel matte berkisar 3,5 sampai 5,5%.
Pemerintah juga menerbitkan PP 18/2025 untuk menyesuaikan royalti bagi produsen komoditas batu bara yang beroperasi dengan Izin Usaha Penambangan Khusus (IUPK). Pemerintah mengenakan tarif royalti mulai dari 6% hingga maksimal sebesar 13,5%, dan tarif royalti untuk komoditas emas berkisar 10%-16%.
PT United Tractors Tbk (UNTR) mengungkapkan bahwa perubahan tarif royalti justru memberikan ruang lebih bagi pelaku industri, khususnya United Tractors. Direktur Utama UNTR, Frans Kesuma menjelaskan bahwa tarif maksimal royalti batu bara kini turun dari 28% menjadi paling tinggi 13,5%.
“Penyesuaian ini memberi kelonggaran. Namun untuk komoditas emas, tarif royalti naik dari 10% menjadi 16%, seiring lonjakan harga emas di pasar global,” ujar Frans dalam paparan publik RUPST United Tractors, belum lama ini.
Frans menegaskan bahwa UNTR tetap mengutamakan efisiensi biaya operasional. “Dengan atau tanpa perubahan royalti, kami berkomitmen menjadi the lowest cost producer,” ujar dia.
ABMM Kena Dampak
Sementara itu, Direktur PT ABM Investama Tbk (ABMM), Hans Christian Manoe menyatakan bahwa perseroan akan patuh terhadap regulasi baru mengenai tarif royalti minerba. Meski berdampak pada laba dan arus kas, ABMM akan fokus pada penguatan struktur biaya dan efisiensi operasional.
“Kami memilih memperkuat apa yang bisa kami kendalikan, yakni efisiensi dan optimasi biaya. Keunggulan ekosistem bisnis ABM yang terintegrasi dari hulu ke hilir membantu kami menjaga daya saing,” ujar Hans.
Ia menambahkan, transaksi antar entitas grup ABM dilakukan sesuai prinsip kewajaran dengan melibatkan konsultan pajak dan auditor eksternal untuk menjaga transparansi dan kepatuhan. “Penyesuaian royalti memang tantangan, namun kami percaya ekosistem kami tetap mampu menjaga profitabilitas,” tegas Hans.
Dengan berbagai strategi efisiensi dan optimalisasi yang dilakukan, pelaku industri tambang optimistis bahwa kinerja keuangan pada 2025 tetap akan bertumbuh, meskipun tantangan dari sisi regulasi dan harga komoditas kian besar.