Tanggapan Sri Mulyani Tentang Proyeksi IMF

Tanggapan Sri Mulyani Tentang Proyeksi IMF
Bagikan:

JAKARTA, investor.id – Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya tumbuh 4,7% pada tahun 2025 ini. Angka ini berada di bawah target pemerintah yang sebesar 5,2%.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, koreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh IMF masih lebih baik dari negara lain.

“Indonesia dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi di 4,7% itu berarti ada koreksi sekitar 0,4%. Sedangkan negara-negara lain yang lebih tinggi intensitas perdagangannya seperti Filipina koreksinya mencapai 0,6%, Thailand bahkan lebih dalam lagi yaitu 1,1%, dan Vietnam sebesar 0,9%,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK Hasil Rapat Berkala KSSK II Tahun 2025 pada Kamis (24/4/2025).

Sementara pada kuartal I-2025, Menkeu menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap positif di tengah kondisi meningkatnya ketidakpastian global. Konsumsi rumah tangga pada kuartal I-2025 tetap terjaga.

Pada saat yang sama belanja pemerintah turut menyongkong pertumbuhan ekonomi. Khususnya melalui realisasi pembayaran tunjangan hari raya (THR), belanja sosial, dan insentif lain yang diberikan menjelang atau pada bulan pertama hingga bulan ketiga tahun 2025 dan menjelang Idulfitri.

Baca Juga :  Koperasi Merah Putih Harus Cetak Untung
Tanggapan Sri Mulyani Tentang Proyeksi IMF
Ilustrasi: Investor Daily

Di samping itu, pembangunan proyek strategis nasional di berbagai wilayah dan meningkatnya konstruksi properti swasta akan mendorong geliat investasi. Investasi swasta tetap berjalan optimal karena didukung oleh keyakinan produsen yang terlihat pada aktivitas manufaktur Indonesia yang masih pada zona ekspansif.

“Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan tetap akan mencapai sekitar 5%,” terang Sri Mulyani.

Terkait potensi dampak tarif resiprokal Amerika Serikat (AS), pemerintah Indonesia terus melakukan sejumlah langkah antisipasi. Sri Mulyani menerangkan, Presiden Prabowo Subianto sudah memberikan instruksi agar pemerintah menjalankan deregulasi, Langkah ini dapat meningkatkan geliat investasi yang berujung pada kenaikan angka pertumbuhan ekonomi.

“Langkah-langkah ini yang terus dirumuskan dan tentu akan terus dimonitor dan dijalankan sehingga confidence dari perekonomian di dalam negeri dan pelaku ekonomi bisa terjaga atau bahkan diperkuat,” terang Sri Mulyani.

5 Rekomendasi

Di sisi lain, Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan, koreksi terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 tidak semata akibat dari risiko eksternal, tetapi juga disebabkan lemahnya kemampuan pemerintah dalam melakukan adaptasi kebijakan ekonomi yang strategis dan cepat.

Baca Juga :  Rupiah vs Dolar AS Hari Ini, Kamis 10 April 2025

Menurut dia, kebijakan tarif Trump memang jadi pemicu, namun tidak serta-merta menjadi penyebab tunggal. Respon fiskal yang konvensional, subsidi yang luas tapi tidak tepat, serta ketergantungan pada instrumen APBN tanpa penguatan basis ekonomi riil menjadi faktor internal yang memperparah situasi.

“Jika pemerintah tidak segera mengubah pendekatan dan mempercepat adaptasi kebijakan dengan kombinasi insentif industri, diversifikasi ekspor, dan proteksi kelompok rentan yang tepat sasaran, maka risiko krisis ekonomi yang lebih luas tidak bisa dihindari,” kata Achmad.

Dia menyatakan, Indonesia butuh strategi ekonomi baru yang lebih berani dan adaptif. Pertama, perlindungan terhadap industri dalam negeri harus ditingkatkan secara cerdas, bukan proteksionis buta. “Pemerintah perlu menyasar substitusi impor untuk produk-produk strategis dan menciptakan ekosistem inovasi berbasis teknologi domestik,” kata Achmad.

Kedua yaitu pendekatan fiskal harus lebih progresif dan selektif. Alih-alih memperluas subsidi konvensional, pemerintah harus mendorong belanja berbasis produktivitas seperti pendidikan vokasi, memperkuat UMKM, dan insentif bagi sektor manufaktur bernilai tambah tinggi. Ketiga, pemerintah harus berani mengambil langkah pro kelas menengah. Segmen ini adalah motor konsumsi dan stabilitas ekonomi.

Baca Juga :  Zuckerberg, Bezos, hingga Elon Musk Kehilangan Rp 3.480 Triliun Gegara Tarif Impor AS

“Dengan memberikan stimulus pajak penghasilan, pembiayaan pendidikan murah, dan akses perumahan terjangkau, konsumsi domestik bisa kembali digenjot secara berkelanjutan,” urai Achmad.

Keempat, pemerintah harus mulai melakukan restrukturisasi utang jangka panjang dan mengevaluasi ulang proyek-proyek infrastruktur yang tidak produktif. Fokus harus dialihkan pada proyek berbasis kebutuhan rakyat, seperti transportasi publik, sanitasi, dan energi terbarukan.

Kelima, Indonesia perlu mendesain ulang insentif investasi dengan target yang jelas: investasi yang menciptakan lapangan kerja berkualitas dan transfer teknologi. Pada saat yang sama, pengawasan terhadap investasi yang hanya bersifat spekulatif harus diperketat.

“Dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks, Indonesia tidak bisa lagi bergantung pada strategi lama,” tandas Achmad.