Rupiah vs Dolar AS Hari Ini, Dibayangi Ketidakpastian Tarif AS.

Rupiah vs Dolar AS Hari Ini, Dibayangi Ketidakpastian Tarif AS.
Bagikan:

JAKARTA, investor.id – Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) turun tipis pada Selasa pagi (15/4/2025). Hal itu karena dibayangi ketidakpastian terkait kebijakan tarif AS.

Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 09.06 WIB di pasar spot exchange, Rupiah melemah 1 poin (0,01%) ke level Rp 16.787,5 per dolar AS. Sedangkan pada perdagangan Senin (14/4/2025), mata uang rupiah sempat ditutup naik sebesar 9 poin (0,05%) berada di level Rp 16.786,5 per dolar AS.

Sementara itu, indeks dolar terpantau naik 0,28 poin menjadi 99,9. Sedangkan imbal hasil obligasi AS 10 tahun terlihat naik 4 poin di level 4,36%.

Dikutip dari Reuters, nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) stabil pada perdagangan Selasa (15/4/2025), namun tetap berada di dekat level terendah dalam tiga tahun terhadap euro dan titik terendah enam bulan terhadap yen Jepang. Ketidakpastian terkait kebijakan tarif AS menjadi faktor utama yang menekan kepercayaan investor terhadap aset berbasis dolar.

Meskipun situasi pasar valuta asing cenderung lebih tenang pada sesi Asia pagi ini dibanding pekan lalu yang penuh gejolak, dolar masih menunjukkan kelemahan. Lonjakan imbal hasil obligasi AS tak cukup mengangkat minat terhadap greenback, mencerminkan rapuhnya sentimen investor.

Baca Juga :  Allianz Luncurkan Unit Link Rider AFM Plan, Apa Manfaatnya?

Dolar menguat tipis 0,27% terhadap yen menjadi 143,53, tetapi masih mendekati posisi terendah enam bulan di 142,05 yang terjadi Jumat lalu. Sementara terhadap euro, dolar melemah 0,22% menjadi US$ 1,1324, tidak jauh dari level tertinggi tiga tahun di US$ 1,1474 yang tercapai pekan lalu.

Terhadap franc Swiss, dolar naik 0,3% pada perdagangan Asia. Namun, sepanjang bulan ini, dolar telah turun hampir 8% terhadap mata uang tersebut—penurunan bulanan terbesar sejak Desember 2008.

Fokus pasar saat ini tertuju pada dinamika kebijakan tarif yang terus berubah. Keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menghapus sementara tarif atas ponsel pintar dan produk elektronik asal China akhir pekan lalu sempat memberi angin segar. Namun, banyak pihak menilai relaksasi ini hanya bersifat sementara, mengingat pernyataan Trump yang masih condong pada kebijakan proteksionis.

Baca Juga :  Per Agustus 2024, LPS Jamin Rekening Nasabah Bank Umum

Ketidakjelasan Kebijakan

Kepala Asia FX di InTouch Capital Markets Kieran Williams menilai, ketidakjelasan kebijakan dan turunnya kepercayaan investor telah memicu pergeseran bertahap dari aset dolar. “Langkah mundur terbaru terkait tarif sedikit meredakan kekhawatiran pasar, namun juga mengikis daya tarik dolar sebagai aset safe haven dalam jangka pendek,” jelasnya.

Imbal hasil obligasi acuan AS tenor 10 tahun stabil di level 4,354% setelah turun 13 basis poin sehari sebelumnya. Pekan lalu, imbal hasil ini melonjak sekitar 50 basis poin, kenaikan mingguan terbesar dalam lebih dari 20 tahun, seiring investor mempertanyakan status obligasi AS sebagai aset paling aman di dunia.

Senior Asia-Pacific Rates Strategist di TD Securities, mengatakan pekan lalu ditandai dengan aksi deleveraging dan alokasi ulang aset dari pasar AS. “Nada pasar pekan ini lebih tenang, apalagi dengan pekan perdagangan yang lebih pendek karena libur,” ujarnya. Pernyataan dovish dari pejabat The Fed juga turut meredakan kekhawatiran pasar.

Baca Juga :  Kekhawatiran Finansial Dominasi Masyarakat Indonesia

Gubernur The Fed Christopher Waller menyebut bahwa kebijakan tarif Trump menjadi guncangan besar bagi ekonomi AS, yang bisa memicu pemangkasan suku bunga meski inflasi masih tinggi. “Jika perlambatan ekonomi cukup parah hingga mengarah pada resesi, maka saya mendukung pemangkasan suku bunga yang lebih cepat dan agresif,” kata Waller.

Saat ini, pelaku pasar memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 86 basis poin hingga akhir tahun, menurut data LSEG. Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama, berada di level 99,864, mendekati titik terendah tiga tahun. Sepanjang bulan ini, indeks tersebut sudah turun lebih dari 4%,

penurunan bulanan terdalam sejak November 2022. Poundsterling stabil di US$ 1,31825. Dolar Australia naik 0,23% ke US$ 0,63415, sementara dolar Selandia Baru menguat 0,41% ke US$ 0,58985.