Rupiah Sentuh Rp 16.800, Pengusaha Desak Pemerintah Proaktif

Rupiah Sentuh Rp 16.800, Pengusaha Desak Pemerintah Proaktif
Bagikan:

JAKARTA, investor.id – Nilai tukar rupiah terus mengalami pelemahan hingga menyentuh Rp 16.800 per dolar Amerika Serikat (AS). Hal ini dikhawatirkan akan berimbas terhadap kebijakan fiskal dan moneter secara bersamaan, sehingga para pengusaha mulai mendesak pemerintah untuk mengambil kebijakan proaktif.

Adapun pemerintah dan Bank Indonesia (BI) harus membuat penyesuaian kebijakan-kebijakan fiskal maupun moneter untuk memitigasi fluktuasi yang ada.

“Dengan kompleksitas ekonomi yang ada, rupiah mengalami fluktuasi dan tekanan nilai yang luar biasa. Pemerintah harus bisa membuat langkah-langkah untuk stabilisasi nilai tukar dengan program-program kebijakan yang terukur dan pro dengan dunia usaha,” jelas Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani, Selasa (8/4/2025).

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah mencapai Rp 16.863 per dolar AS pada Selasa. Angka ini jauh di bawah fundamental nilai tukar rupiah dalam asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang sebesar Rp 16.000 per dolar AS.

Baca Juga :  Bulan Fintech Nasional, OJK Tekankan Pentingnya Literasi

Ajib Hamdani melanjutkan, ada empat langkah yang dapat dilakukan pemerintah sebagai kebijakan proaktf. Tujuannya untuk melakukan mitigasi jangka pendek maupun jangka panjang, di luar kebijakan fiskal dan moneter.

Pertama, melanjutkan program optimalisasi Devisa Hasil Ekspor (DHE) sambil tetap memberikan insentif terbaik agar dunia usaha tetap berjalan dan tidak kekurangan likuiditas.

Kedua, fokus dengan program orientasi ekspor dan substitusi impor. Ketiga, mendorong peningkatan nilai tambah atas komoditas-komoditas unggulan.

“Terutama di sektor pertanian, perkebunan dan maritim,” imbuhnya.

Keempat, mendorong kebijakan revitalisasi sektor padat karya dan deregulasi. Hal ini diharapkan bisa menekan high cost economy yang membebani dunia usaha dan bisa meningkatkan daya saing.

Di sisi lain, Ekonom Universitas Khairun Muammil Sun’an mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan berdampak pada perekonomian negara. Nilai tukar rupiah akan terus mengalami depresiasi yang disebabkan terjadinya gejolak global maupun kebijakan domestik yang keliru.

Baca Juga :  GoPay Gratiskan Biaya Transaksi QRIS untuk UMKM

“Pemerintah seharusnya bisa menjalankan sebuah kebijakan taktis seperti kebijakan substitusi impor yang dapat mendorong kegiatan perekonomian domestik. Selanjutnya, kebijakan perpajakan diperlukan untuk menjaga keseimbangan dalam neraca perdagangan,” jelas Muammil.

Dia mengatakan kebijakan tarif balasan atau resiprokal sebesar 32% dari Amerika Serikat ke Indonesia tentunya akan berpengaruh pada transaksi perdagangan dan akan kontras dengan gaya hidup penduduk Indonesia yang lebih suka mengkonsumsi produk impor terutama barang-barang mewah. Imbasnya akan terjadi koreksi terhadap agregat demand.

“Selanjutnya, kebijakan efisiensi anggaran pemerintah dengan adanya pembatasan pengeluaran akan meng-crowding out investasi, dan menimbulkan sentimen negatif di pasar modal yang pada gilirannya menghambat investasi,” tekannya.