JAKARTA,investor.id – Pengenaan tarif resiprokal dari Amerika Serikat ke Indonesia sebesar 32% diperkirakan akan menyebabkan nilai tukar rupiah melemah hingga Rp 17.000 per dolar AS.
“Dampak yang segera adalah akan terjadi depresiasi rupiah yang saat ini sudah Rp 16.700 per dolar AS dan tidak mustahil dalam beberapa hari ke depan akan melampaui Rp 17.000 per dolar AS,” ucap Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Didin S. Damanhuri pada Kamis (3/4/2025).
Berdasarkan data Bloomberg pada Kamis (3/4/2025) nilai tukar rupiah sebesar Rp 16.745 per dolar AS. Menurut dia, Pelemahan nilai tukar rupiah akan menyebabkan perusahaan yang terdampak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Pengusaha memilih PHK sebagai upaya rasionalisasi korporasi. Rentetan akan berlanjut terhadap penurunan geliat UMKM dan daya beli masyarakat.
“Daya beli masyarakat akan menurun secara lebih masif lagi yang kini pun sudah terjadi pelemahan daya beli masyarakat,” terang dia.
Dia mengatakan kinerja dunia usaha akan terganggu lantaran terjadi sentimen pesimisme baik dalam usaha besar maupun UMKM. Padahal pesimisme tersebut sudah cukup melanda publik terhadap perekonomian.
“Serta makin meningkatkan aksi kriminalitas lebih tinggi lagi yang meresahkan masyarakat,” tutur Didin.
Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengevaluasi dampak jangka pendek, menengah dan panjang akibat tarif tinggi dari AS terhadap perekonomian seraya melakukan upaya kerjasama ekonomi Asean, Organisasi Kerjasama Islam (OKI), serta BRICS plus.
“Pemerintah perlu melakukan adjustment terhadap situasi baru dari dampak jangka pendek, menengah dan panjang atas tarif tinggi dari AS atas keseluruhan visi, misi dan program pemerintah Indonesia,” kata Didin.
Dia mengatakan pemerintah perlu mempersiapkan langkah mitigasi untuk mengalihkan pendanaan dari program-program jangka menengah dan panjang untuk memberikan stimulus besar-besaran kepada para pelaku usaha untuk membangkitkan pasar dalam negeri terutama kepada pelaku UMKM dan pengusaha di daerah.
“Pemerintah harus menghentikan pengeluaran APBN dan APBD yang tidak perlu,” imbuh Didin.
Dia mendorong seluruh pihak baik pemerintah hingga masyarakat untuk bersinergi sehingga bisa menghasilkan konsolidasi politik, ekonomi dan sosial untuk menghadapi situasi terburuk sekalipun. “Untuk masyarakat hendaknya melakukan belanja yang lebih memprioritaskan belanja kebutuhan pokok,” tutur Didin.
Sebelumnya Presiden AS Donald Trump mengumumkan akan memberlakukan tarif dasar sebesar 10% untuk semua impor ke negara AS. Bahkan, tarif yang lebih tinggi untuk sejumlah negara mitra dagang, termasuk Indonesia. Adapun kebijakan tarif balasan ini diberlakukan sebesar 34% untuk China dan 20% untuk Uni Eropa, sebagai respons terhadap bea masuk yang diberlakukan pada produk-produk AS. Sedangkan untuk Indonesia sebesar 32% dan tarif tertinggi terlihat akan diberlakukan kepada Vietnam sebanyak 46%.