JAKARTA,investor.id – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memperkirakan Bank Indonesia (BI) masih akan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75% dalam Rapat Dewan Gubernur pada 22-23 April 2025.
Ekonom makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan BI harus mempertahankan suku bunga acuan lantaran dari kondisi dalam negeri inflasi terjaga rendah sesuai dalam sasaran. Sedangkan dari sisi perekonomian global agresifnya eskalasi strategi saling membalas antara Amerika Serikat (AS) dan China semakin memperburuk ketidakpastian global. Dalam 30 hari terakhir, akumulasi arus modal keluar dari Indonesia mencapai US$ 1,99 miliar dan depresiasi nilai tukar rupiah hingga 2,59%.
“Dengan kondisi ini, BI sebaiknya menahan suku bunga acuannya di 5,75% pada Rapat Dewan Gubernur di April 2025 dan tetap menjaga fokusnya untuk upaya intervensi dalam menjaga stabilitas nilai tukar,” ucap Riefky dalam Laporan Seri Analisis Makroekonomi Rapat Dewan Gubernur BI April 2025 yang diterima pada Rabu (23/4/2025).

Pada Maret 2025, terjadi inflasi sebesar 1,03% secara tahunan (year on year/yoy), meningkat dari deflasi sebesar 0,09% (yoy) pada bulan sebelumnya. Meskipun masih di bawah rentang target BI pada 1,5%-3,5%, nilai inflasi di bulan Maret menandai akselerasi yang signifikan setelah tren perlambatan inflasi yang terjadi pada dua bulan pertama tahun 2025.
Pembalikan tren inflasi sebagian besar didorong oleh kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga lainnya, di mana laju deflasi mereda menjadi 4,68% (yoy) dibandingkan deflasi 12,08% (yoy) pada bulan Februari. Angka deflasi yang lebih kecil mencerminkan berakhirnya diskon tarif listrik 50% yang diterapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, yang berlaku selama Januari hingga Februari 2025.
“Ke depannya, inflasi umum diperkirakan akan meningkat secara bertahap karena dihapuskannya kendali harga sementara oleh pemerintah. Meningkatnya permintaan dan mobilitas yang didorong oleh hari raya keagamaan, bersama dengan libur panjang akhir pekan, kemungkinan akan memberikan tekanan lebih lanjut pada harga,” terang Riefky.
Dia mengatakan risiko global kian meningkat seiring eskalasi perang dagang mendorong investor untuk mengalihkan portofolionya ke aset safe-haven, memicu arus modal keluar dan depresiasi nilai tukar berbagai negara berkembang. Rupiah melemah sebesar 2,59% dan tercatat di level Rp 16.820 per dolar AS pada 17 April 2025, melemah dari Rp 16.395 sebulan sebelumnya. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah diperkirakan masih berlanjut pada beberapa bulan mendatang seiring berlanjutnya ketidakpastian global yang dipicu tensi perang dagang.
“Mempertimbangkan berbagai hal tersebut, BI kemungkinan tidak memiliki ruang untuk melakukan pemangkasan suku bunga kebijakan yang berisiko memberikan tekanan tambahan terhadap rupiah,” tegas Riefky.