JAKARTA, investor.id – The Federal Reserve (The Fed) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan pada kisaran 4,25% hingga 4,5% pada pertemuan Rabu (8/5/2025) dini hari WIB. Keputusan tersebut menimbang risiko inflasi dan pengangguran yang lebih tinggi pasca pengumuman ketetapan penyesuaian tarif oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Senior Economist Banana TCW Investment Management Emil Muhammad mengatakan, keputusan The Fed tersebut sesuai dengan prediksinya dan ekspektasi pasar. Menurutnya, data ekonomi terbaru saat ini menunjukan pergerakan yang membingungkan bagi bank sentral AS itu.
Sebab, angka inflasi dan angka pengangguran bergerak ke arah yang berlawanan. Ditambah lagi The Fed belum dapat membaca arah pergerakan ekonomi dikarenakan kebijakan penyesuaian tarif yang belum jelas. Hal ini membuat The Fed bergerak dengan cukup berhati-hati.
“(Kebijakan ini) tidak akan berdampak positif. Apalagi dalam jangka waktu dekat. Kalau memang cita-cita Presiden Trump adalah untuk membuat produksi domestik meningkat dalam jangka panjang, itu mungkin terjadi. Tapi dalam jangka waktu pendek, tidak ada dampak positif yang dirasakan. Jika kita lihat data ekonomi bulan April masih kuat, itu karena masyarakat masih mengkonsumsi barang stok lama yang harganya belum naik. Tapi setelah itu, jika penyesuaian tarif benar dilaksanakan sepenuhnya, tentu ekonomi AS akan terdampak secara negatif,” ungkap Senior Economist Banana TCW Investment Management Emil Muhammad kepada B-Universe secara daring, Kamis (8/5/2025).
Lebih lanjut, Emil membahas potensi terjadinya resesi di AS usai penetapan kebijakan tarif yang dinilai tidak menguntungkan oleh banyak pihak. Menurutnya, hingga saat ini belum ada kepastian AS akan jatuh ke lubang resesi dalam waktu dekat.
“Bukan berarti ekonomi AS kuartal satu sudah menuju resesi, belum sebenarnya. Apakah mungkin resesi? Sangat mungkin. Kita akan lihat di second half, ketika penyesuaian tarif sudah mulai menunjukan dampaknya, produsen mulai kesulitan menjual barangnya karena harganya yang tinggi, ada efisiensi produk, dsb., bukan tidak mungkin akan mengerucut pada resesi atau kontraksi ekonomi,” ucap Emil.
Ia menilai, situasi yang dihadapi oleh The Fed saat ini mirip dengan situasi 2021 ketika inflasi dunia melonjak tajam karena ada gangguan suplai rantai pasok. Namun ada perbedaan, karena saat ini gangguannya datang dari sisi perang tarif. “Memang dilematis bagi The Fed. Solusinya mungkin bukan di tangan The Fed, melainkan di tangan pemerintah AS itu sendiri,” pungkas Emil.
Sebagai informasi, Indeks saham AS ditutup menguat pada perdagangan kemarin, usai The Fed mengumumkan penahanan suku bunga acuan. S&P500 ditutup menguat 0,43%, sedangkan DOW30 terapresiasi 0,79%.