Media Asuransi, JAKARTA – Faktor utama yang memengaruhi anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) setelah libur panjang adalah kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengumumkan tarif impor baru untuk semua negara, termasuk Indonesia dengan tarif 32 persen.
Kabar baiknya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan penangguhan selama tiga bulan atau sekitar 90 hari terhadap seluruh tarif impor tinggi yang sebelumnya diberlakukan kepada berbagai negara dan semua negara, kecuali China, kini dikenakan tarif umum yang lebih rendah sebesar 10 persen.
Indonesia siap berdialog dengan Amerika Serikat mengenai penerapan tarif impor baru terhadap produk-produk Indonesia dan akan melakukan penyederhanaan dan penghapusan regulasi yang menghalangi perdagangan internasional, khususnya Non-Tariff Measures (NTMs).
Tak dapat dipungkiri, kebijakan Trump memberikan dampak langsung pada pasar keuangan domestik yang tercermin dalam nilai tukar rupiah yang mencatatkan rekor terlemah sepanjang sejarah menembus Rp17.101 per US$. Selain itu, penurunan tajam juga terjadi di bursa Wall Street dan bursa saham Asia, memperburuk sentimen pasar global.
Terkait dengan kondisi pasar yang sedang bergejolak, Equity Analyst Indo Premier Sekuritas (IPOT) Dimas Krisna Ramadhani menegaskan, penurunan IHSG yang mencapai level terendah baru mencerminkan proyeksi kondisi ekonomi Indonesia dalam beberapa bulan mendatang.
“Sebagai indikator awal perekonomian atau leading indicator, IHSG memberikan sinyal penting mengenai arah perekonomian Indonesia ke depan. Oleh karena itu pergerakan IHSG harus diperhatikan dengan seksama oleh para investor,” tegasnya, di Jakarta, dikutip dari keterangan resminya, Selasa, 15 April 2025.
Dimas menekankan meskipun kebijakan moneter Indonesia terbatas saat ini, namun tantangan besar akan muncul di masa depan. Ia menjelaskan penurunan ekonomi riil yang tercermin dalam pergerakan IHSG bakal semakin sulit diatasi dengan kebijakan yang ada, sehingga diperlukan kebijakan lebih strategis untuk mengantisipasi dampak lanjutan dari tekanan global.
Terkait dengan kebijakan teknis pasar seperti Auto Reject Below (ARB) 15 persen dan trading halt, Dimas mengapresiasi langkah trading halt yang diambil untuk menahan tekanan jual. Namun ia mengkritik kebijakan ARB 15 persen yang dapat menyebabkan likuiditas pasar semakin kering.
Dirinya juga menyoroti kemungkinan perlambatan ekonomi global yang dapat berimbas pada Indonesia. Penurunan yang terjadi di pasar saham global memberikan gambaran tentang potensi perlambatan ekonomi global yang dapat memengaruhi perekonomian domestik.
“Jika ekonomi global mengalami perlambatan, Indonesia juga berisiko mengalami hal yang sama,” ujarnya.
Sebagai respons terhadap situasi pasar saat ini, Dimas memproyeksikan IHSG masih memiliki ruang untuk mengalami koreksi lebih lanjut, dengan target terdekat pada level 5.500. Ia mengingatkan para investor untuk tetap disiplin dalam menjalankan trading plan, melakukan evaluasi portofolio, menjaga kesehatan keuangan, serta menghindari keputusan emosional.
Dimas memberikan tips bagi para trader dan investor di tengah kondisi market yang masih volatile. Pertama, jangan lihat floating loss terus. Ia menyarankan untuk fokus pada evaluasi kesalahan dan pastikan sudah menjalankan trading plan dengan disiplin.
Kedua, review dan evaluasi portofolio. Dirinya menyarankan untuk memisahkan saham yang masih sejalan dengan trading plan dan yang perlu di-cut loss. Ketiga, pastikan keuangan sehat. Ia menyarankan untuk fokus pada perbaikan cash flow dan hindari berutang untuk berinvestasi.
Keempat, upgrade ilmu dan tetap sabar. Ia menyarankan untuk meningkatkan pemahaman mengenai analisis teknikal dan siklus pasar serta sabar dalam menghadapi pasar yang volatile. Dimas lantas mengajak para investor untuk terus mengikuti perkembangan pasar melalui IPOT Buzz di aplikasi IPOT milik Indo Premier Sekuritas.
Editor: Angga Bratadharma
The post Gerak IHSG Jadi Sinyal Penting Arah Perekonomian RI di Masa Mendatang appeared first on Media Asuransi News.