TANGERANG, investor.id – Emas kembali menunjukkan daya tariknya sebagai aset lindung nilai. Head of BSI Institute, Luqyan Tamanni, menyebut bahwa dalam jangka menengah, outlook harga emas global masih positif.
Hal itu didorong oleh kombinasi ketidakpastian global, permintaan dari bank sentral, investor institusi, dan tren investasi masyarakat.
“Dalam 30 tahun terakhir, tren harga emas menunjukkan akselerasi kenaikan. Dulu butuh 10 tahun untuk naik dua kali lipat, sekarang hanya lima tahun. Jika tren ini berlanjut, potensi menuju US$ 4.000 per troy ounce pada 2026 bukan tidak mungkin,” papar Luqyan.
Menurut dia, fenomena antrean beli emas pasca Lebaran menunjukkan masih kuatnya minat masyarakat terhadap logam mulia. Ia menyarankan minimal 10% aset sebaiknya dalam bentuk emas.
“Namun investasi emas idealnya bukan karena FOMO, tapi karena bagian dari strategi alokasi portofolio. Minimal 10% aset sebaiknya dalam bentuk emas,” ujarnya.
Luqyan juga menyoroti tren konsumsi masyarakat yang mulai menurun untuk kebutuhan pokok, namun meningkat pada pembelian perhiasan emas. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran preferensi investasi, terutama di kalangan kelas menengah.
“Data kami menunjukkan bahwa perhiasan mengalami kenaikan permintaan, sementara kebutuhan pokok justru turun. Ini konsisten dengan melemahnya Indeks Keyakinan Konsumen dan meningkatnya minat untuk berinvestasi jangka panjang,” ujarnya.