JAKARTA, investor.id – PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau BCA mencetak pertumbuhan pendapatan bunga bersih yang kuat sebesar 7,1% yoy pada kuartal I-2025. BCA berpotensi menjadi yang tertinggi di antara bank besar.
“Hal itu didukung oleh pertumbuhan beban bunga yang terkendali berkat rasio dana murah (CASA) yang tinggi,” tulis analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Handiman Soetoyo dan Richard Ananda Gunawan dalam risetnya.
Adapun pertumbuhan kredit BCA secara kuartalan (qoq) tetap positif – melanjutkan tren positif tahun lalu – dengan pertumbuhan tahunan (yoy) yang juga solid. Kredit BCA tumbuh 2,1% qoq atau 12,6% yoy.
Pertumbuhan kredit emiten berkode saham BBCA tersebut didukung oleh seluruh segmen. Segmen korporasi meningkat 3,3% qoq atau 13,9% yoy. Segmen komersial naik 1,6% qoq atau 9,9% yoy. SME menguat 0,6% qoq atau 12,9% yoy. Segmen konsumer tumbuh 0,9% qoq atau 11,3% yoy.
“Perlu dicatat bahwa secara historis, pertumbuhan kredit secara kuartalan pada kuartal I biasanya negatif,” ungkap Handiman.
Kemudian, likuiditas BBCA membaik. Menurut dia, itu menjadi faktor yang sangat melegakan di tengah kondisi likuiditas perbankan yang mengetat. Total dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 5,3% qoq atau 6,5% yoy, terutama ditopang oleh pertumbuhan CASA.
Rasio CASA meningkat dari 81,5% pada kuartal IV-2024 menjadi 82,1% pada kuartal I-2025. Rasio LDR turun dari 78,4% pada kuartal IV-2024 menjadi 76,1% pada kuartal I-2025.
“Namun, yang menjadi perhatian utama kami adalah kenaikan rasio NPL dari 1,8% pada kuartal IV-2024 menjadi 2% pada kuartal I-2025. Kami melihat penurunan kualitas aset di seluruh segmen, dengan kenaikan tertinggi di segmen korporasi. Diikuti, segmen komersial,” jelas Handiman.
Rekomendasi dan Target Harga Saham
Adapun beban pencadangan (provision expenses) BBCA meningkat 18,2% yoy dari Rp 0,9 triliun menjadi Rp 1 triliun, dengan biaya kredit (cost of credit/CoC) sebesar 0,5% – lebih tinggi dari panduan 2025 yang sebesar 0,3%.
“Kami melihat risiko meningkat bahwa CoC pada 2025 bisa melampaui panduan, jika tekanan NPL terus berlanjut dalam beberapa kuartal ke depan, yang menurut kami cukup mungkin terjadi. Selain itu, rasio pencadangan NPL kini sebesar 180,5%, yang merupakan level terendah sejak sebelum pandemi,” papar Handiman.
Sementara itu, di lantai bursa, saham BCA (BBCA) ternyata telah merangkak naik sebesar 12,2% dalam sebulan terakhir. Pada perdagangan hari ini, Selasa (29/4/2025), BBCA ditutup terkoreksi Rp 50 (0,5%) ke level Rp 8.725.
Menurut Handiman, saat ini, saham BBCA diperdagangkan pada PBV forward sebesar 3,8 kali atau setara standar deviasi (SD) -1,5 dari rata-rata 5 tahun. “Meskipun valuasinya menarik, kami pikir sell BBCA untuk taktis jangka pendek mungkin tepat,” sebut dia.
Sebagai informasi, konsensus analis memberikan rekomendasi buy untuk saham BBCA. Target harga saham BBCA dipatok sebesar Rp 11.287.
“Walaupun hasil keseluruhan cukup baik, risiko kualitas aset dapat mengganggu profitabilitas BBCA dalam beberapa kuartal mendatang, terutama mengingat prospek ekonomi makro yang melemah,” pungkasnya.