JAKARTA, investor.id – Harga emas masih dalam tren naik, namun potensi terkoreksi karena aksi ambil untung (profit taking) tetap terbuka lebar. Hal itu merupakan risiko jangka pendek bagi harga emas saat ini.
“Profit taking setelah reli tajam berpotensi memicu koreksi teknikal harga emas ke US$ 3.200,” tulis Kiwoom Sekuritas Indonesia dalam ulasannya.
Selain profit taking, risiko koreksi harga emas dalam jangka pendek adalah pemulihan ekonomi global yang lebih cepat dari perkiraan, yang bisa menunda pemangkasan suku bunga.
Kemudian, jika terjadi aksi jual spekulatif pada ETF emas karena imbal hasil (yield) obligasi mendadak rebound.
“Namun, dengan struktur fundamental yang mendukung tren naik ini, pasar emas cenderung akan mempertahankan momentum positifnya dalam jangka menengah hingga panjang,” sebut Kiwoom Sekuritas.
Terlebih, emas kini tak hanya menjadi simbol kekayaan, tetapi juga sebagai sarana perlindungan di tengah ketidakpastian zaman.
Hingga berita ini ditayangkan, harga emas terpantau kembali menguat 1,5% ke level US$ 3.343,8. Sebelumnya, harga emas sempat jatuh 3% ke level US$ 3.281,6.
Adapun rekor tertinggi harga emas sepanjang masa (all time high/ATH) di level US$ 3.500 yang tercipta pada 22 April 2025.
Menurut Kiwoom Sekuritas, tren harga emas global pada 2025 atau bahkan hingga 2026 mencerminkan dinamika pasar yang makin kompleks, namun penuh peluang bagi para investor.
Target Harga Emas US$ 4.000 Realistis
Dengan peningkatan ketidakpastian geopolitik, kebijakan moneter dovish, serta permintaan yang solid dari bank sentral dan Asia, emas makin dekat dengan puncaknya.
“Proyeksi menuju US$ 4.000 menjadi target realistis, tetapi koreksi jangka pendek tetap perlu diwaspadai oleh investor,” pungkas broker tersebut.
Sementara itu, beberapa lembaga keuangan besar, termasuk Goldman Sachs, memproyeksikan harga emas sangat bullish. Goldman Sachs memperkirakan harga emas mencapai US$ 4.000 per ons pada pertengahan 2026 – dengan target US$ 3.700 pada akhir 2025.
UBS lebih konservatif dengan proyeksi harga emas mencapai US$ 3.500 per ons.
Dua lembaga tersebut didorong oleh permintaan bank sentral, ketidakpastian geopolitik, dan kekhawatiran resesi yang menjadi pendorong utama bagi emas sebagai pilihan investasi.
Di lain pihak, JP Morgan memprediksi harga emas bisa mencapai US$ 3.750 pada tahun 2025 hingga 2026. JP Morgan juga meyakini harga emas tetap bullish.