JAKARTA, investor.id – Hery Gunardi meninggalkan kursi Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI, setelah dipercaya menjadi Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) atau BRI pada medio Maret 2025. Di masa-masa terkahir memimpin, Hery Gunardi membawa BSI membukukan laba bersih senilai Rp 1,16 triliun selama 2M25 (+10,12% yoy, -3,18% mom).
Peningkatan biaya bagi hasil untuk pemilik dana investasi—dalam bank konvensional disebut sebagai beban bunga—turut menggerus net imbalan (NI) secara tahunan. Rasio net imbalan juga masih berada di bawah level guidance perusahaan.
Di sisi lain, kinerja total pembiayaan berada di jalur positif sesuai dengan target BSI. Sementara biaya pembiayaan (cost of financing/CoF) melampaui asumsi setahun penuh, meski secara bulanan masih dapat dijaga stagnan.
1. NI tertekan, menjauh dari asumsi
BRIS mencetak pendapatan dari penyaluran dana senilai Rp 4,51 triliun pada 2M25, mencerminkan +11,65% yoy dan -4,19% mom. Sementara biaya bagi hasil untuk pemilik dana investasi sebesar Rp 1,50 triliun pada 2M25 (+20,49% yoy dan -6,50% mom).
Dengan kinerja tersebut, pendapatan setelah distribusi hasil (net income from fund management as mudharib) senilai Rp 3,01 triliun. Hasil kinerja intermediasi itu +7,70% yoy, namun -3,01% mom.
Peningkatan biaya bagi hasil untuk pemilik dana investasi tersebut pada gilirannya menekan net imbalan (NI) selama 2M25 menjadi 4,66%, dari 2M24 yang sebesar 4,90%. Begitu juga per Februari 2025 yang sebesar 4,63% dari bulan sebelumnya 4,71%.
Kinerja NI dari BRIS masih dibawah asumsi manajemen yang mencanangkan berada di level 5,50% – 5,90%.
Laba bersih yoy memang masih tumbuh double digit, namun laba bersih senilai Rp 571,52 miliar pada Februari 2025 tercatat menurun -3,18% mtm.
[#pagebreak#]
2. CoF merangkak naik
Rasio biaya pembiayaan alias cost of financing (CoF) dari BSI meningkat dari 0,96% sepanjang 2M24 menjadi 1,04% dalam 2M25. Namun secara bulanan, CoF stagnan pada level 1,04%.
Kinerja dari CoF itu kini berada sedikit diatas harapan manajemen BSI yang memperkirakan <1%. Peningkatan terjadi seiring provisi yang dibukukan Rp 487,24 miliar selama 2M25 (+26,62% yoy, +1,31% mom).
3. Likuiditas kian mengetat
Likuiditas emiten bersandi BRIS ini pun semakin mengetat, salah satunya tercermin dari financing to asset ratio (FDR) yang naik dari 87,34% pada Januari menjadi 88,42% per Februari 2025.
Penyebabnya adalah kinerja total pembiayaan yang bergerak lebih cepat dari kinerja penghimpunan dana. Sebagai gambaran, total pembiayaan tumbuh 16,68% yoy dan 0,90% mtm. Total pembiayaan menjadi Rp 282,05 triliun pada 2M25, didorong perkembangan dari semua kategori.
Kinerja pembiayaan masih sesuai target manajemen BSI yang meyakini dapat tumbuh 14% – 16% sepanjang 2025.
Sementara dana pihak ketiga (DPK) BSI tercatat mencapai Rp 318,98 triliun (+10,22% yoy, -0,33% mtm). Secara rinci pada Februari, terjadi penurunan -2,28% mtm pada instrumen tabungan, sedangkan giro dan deposito masih tumbuh positif.
Penurunan nilai tabungan itu membuat rasio dana murah (current account saving account/CASA) secara bulanan turun 60,86% menjadi 60,67%. Tapi masih lebih tinggi dibandingkan 2M24 yang sebesar 60,41%.
Sebagai tambahan informasi, BSI mencatat total aset mencapai Rp 397,31 triliun, liabilitas sebesar Rp 351,07 triliun, dan ekuitas Rp 46,23 triliun hingga akhir Februari 2025.